Senin, 04 Februari 2008

UMAR BIN KHATAB

Al Faruq, atau Sang Pembeda, adalah gelar yang diberikan Rasulullah untuk Umar bin Khattab, khalifah kedua ummat Islam setelah Abu Bakar As-Shiddiq. Kali ini kita telusuri, siapa Umar bin Khatab sehingga diberi gelar al-Faruq ini.
Umar dilahirkan di Mekkah, sekitar 10 tahun setelah kelahiran Rasulullah, dari keluarga Quraish 'Adi. Keluarga 'Adi adalah satu dari 10 keluarga asli Quraish yang menetap di Mekkah. Keluarga 'Adi berasal dari 'Adi bin Ka'ab, seorang diplomat kaum Qurasih Mekkah pada zaman itu. Umar bin Khatab adalah generasi kedelapan dari 'Adi bin Ka'ab.
'Adi bin Ka'ab adalah anak dari Ka'ab bin Lu'ay, nenek moyang generasi kedelapan dari Rasulullah Muhammad SAW. Jadi, Umar bin Khatab dan Muhammad SAW memiliki tali darah famili yang sama pada nenek moyang kedelapan mereka.
Ayah Umar adalah Khatab bin Nufail, seorang yang dipandang di keluarga 'Adi. Ibunya adalah Khantamah binti Hisham bin Mughirah. Mughirah adalah salah satu tokoh penting suku Quraish, dia sering memimpin pasukan Qurasih dalam peperangan. Sementara anaknya, Hisam bin Mughirah, adalah kakek Umar dan juga kakek Khalid bin Walid, Jenderal Perang Kafir Quraish yang memimpin mengalahkan pasukan Muslim di perang Uhud dan kemudian pada akhirnya menerima hidayah Islam. Jadi, Umar bin Khattab dan Khalid bin Walid adalah saudara sepupu.
Khantamah punya seorang saudara laki-laki, bernama Amr bin Hisham bir Mughirah atau lebih dikenal dengan Abu Jahal - jadi Abu Jahal adalah paman Umar. Salah satu saudara perempuannya adalah Ummi Salma, yang kemudian menjadi istri Rasulullah SAW.
Khatab bin Nufail memiliki beberapa anak, yang terkenal adalah Umar, Fatima, Zaid (saudara seayah lain ibu). Cinta Umar kepada Zaid tidak berbeda kepada adik kandungnya Fatima. Saat Zaid gugur dalam Perang Yamama (di zaman Kalifah Abu Bakar), Umar sangat bersedih dan berkata, "Apabila angin berhembus dari Yamama, akan mengingatkan saya pada bau harum adikku Zaid".
Sebelum memeluk Islam, Umar memiliki tiga istri. Istri pertamanya adalah Qriba binti Abi Umayya Makhzumi, salah seorang perempuan tercantik di Mekkah pada saat itu dan berasal dari keluarga yang sama dari Khantamah (ibu Umar). Istri keduanya adalah Zainab binti Maziun, saudara perempuan Usman bin Affan Dari Zainab ini, Umar mendapatkan anak Abdullah dan Hafsah (yang kemudian menjadi istri Rasulullah Muhammad SAW). Istri ketiganya adalah Malaika binti Jarul Khuzai, atau lebih terkenal dengan nama Ummul Kulsum.
Umar dikaruniai tubuh yang tinggi dan besar, bahkan untuk ukuran orang Arab sekalipun. Kalau ditengah-tengah keramaian, maka sangat gampang mencari Umar karena pundak sampai ke kepalanya tersembul di antara orang-orang disekitarnya. Tidak hanya itu, Umar memiliki tenaga yang kuat yang menurut riwayat sama dengan kekuatan 20 orang dewasa saat itu. Umar adalah juara langganan gulat di semacam pasar malam yang merupakan tradisi di Mekkah saat itu.
Khattab mendidik Umar dengan keras, tegas, dan disiplin. Pada masa itu hanya sedikit sekali yang bisa tulis-baca, dan Umar adalah salah satu dari yang sedikit itu. Umar mengetahui banyak sejarah Arab dan juga ilmu binatang. Umar pandai berbicara di depan orang banyak, dia dikaruniai suara yang berat dan berwibawa. Ini menggambarkan bahwa Umar adalah anak Quraish yang cerdas.
Selain itu, Umar memiliki rasa setia kawan yang tinggi. Kepeduliannya kepada keluarga dan teman-temannya menjadikan dia sebagai seorang teman terbaik dan musuh paling menakutkan - tidak ada orang yang ingin berada di pihak yang bertentangan dengan Umar. Umar adalah satu-satunya orang yang selalu siap berperang kapan dan di mana saja. Namun, Umar tidak memiliki hasrat untuk menjadi raja. Ketaatannya pada agamanya membuat dia tetap patuh pada pemimpinnya saat itu.
Kuat, cerdas, keras, tegas, setia kawan, dan taat adalah karakter Umar yang menjadi kebanggakan keluarga 'Adi dan suku Quraish pada umumnya. Saat Rasulullah mulai menyebarkan Islam, Umar adalah penghalang yang paling dahsyat. Kaum muslimin saat itu menderita karenanya, di sisi lain Quraish merasa sangat terbantu oleh kehadiran Umar. Oleh karena itulah, Rasulullah memilih untuk berdakwah dan beribadah diam-diam untuk menghindari kezaliman Umar bin Khattab dan kafir Quraish lainnya.
Namun, Rasulullah atas petunjuk Allah mengetahui Umar lebih daripada yang lain. Rasulullah menyadari keistimewaan Umar, sebagaimana dia juga menyadari kelebihan 'Amir bin Hisyam (Abu Jahal) yang merupakan pemimpin bangsa Quraish di Mekkah saat itu. Oleh sebab itu, Rasul pernah bermohon kepada Allah agar Dia sudi menolong perjuangan Islam dengan salah seorang yang lebih disukaiNya, antara dua "'ain mim ra", yaitu Umar atau 'Amir.
Doa Rasul akhirnya dijawab Allah. Begini ceritanya.
Islam datang ke Umar tidak dengan cara langsung, melainkan lewat kerabat-kerabat dekatnya yang satu per satu "jatuh" ke agama yang diridhoi Allah SWT.
Anak Abu Jahal, Zaid bin 'Amir bin Hisyam, adalah seorang penyair dan termasuk kaum yang menunggu-nunggu janji Allah tentang kedatangan nabi terakhir yang akan menyempurnakan agama yang dibawa Nabi Ibrahim a.s. Dalam sebuah syairnya, Zaid bin 'Amir berkata
Saya hanya percaya pada satu Tuhan,Saya tidak percaya pada ribuan tuhan-tuhan.Saya abaikan berhala Latta dan Uzza,seorang yang bijak dan seorang yang berbahaya bisa melakukan lebih daripada mereka (berhala).
Khattab bin Nufail membunuh Zaid karena keyakinannya itu. Zaid meninggal sebelum Muhammad SAW menerima wahyu pertama. Setelah Muhammad SAW menerima kerasulannya, anaknya yang bernama Said bin Zaid bin 'Amir bin Hisyam adalah termasuk yang golongan yang pertama menerima kerasulan Muhammad dan Islam sebagai agama yang benar. Said bin Zaid saat itu adalah suami dari Fathima binti Khattab yang juga golongan pertama yang menerima Islam. Namun, Umar belum mengetahui keislaman mereka.
Kemudian, Lubna, budak Umar, menerima Islam. Saat Umar mengetahui keislaman Lubna, disiksanya Lubna dan diperintahkan Lubna untuk kembali ke agama tradisi Quraish. Lubna menjawab bahwa Umar bisa saja membunuhnya tapi dia tidak akan meninggalkan Islam. Umar kaget, tapi amarahnya sudah menjadi-jadi dan membuat keputusan akan terus memukul Lubna sampai dia capek. Meskipun demikian, Lubna tetap menjadi budak yang loyal kepada Umar.
Setelah itu, Ummul Abdullah binti Khatamah, seorang saudara perempuan Umar, juga menerima Islam. Umar sangat kecewa dengan keputusannya. Saat Ummul Abdullah hendak pindah ke Abyssina bersama para muslimin yang lain, Umar mengunjunginya dan bertanya: "Wahai Ummul Abdullah, hendak kemana kamu?" Ummul Abdullah menjawab, "Demi Allah, kamu sudah membuat hidup kami menderita di Mekkah. Tidak ada pilihan bagi kami selain pindah ke tempat lain." Umar, tanpa ada tanda-tanda mendebat, berkata "Semoga Allah melindungimu, pergilah dengan tenang." Pada saat itu, Ummul Abdullah merasakan bahwa meskipun Umar sangat menentang Islam, tapi pada suatu saat dia akan menerimanya.
Pada suatu kesempatan, Umar melihat Rasulullah sedang di dekat Ka'bah dan membacakan beberapa ayat dari Al Quran. Umar mencuri dengar dan dia pikir ayat-ayat yang dibacakan Rasul adalah puisi karya pujangga hebat. Saat itu juga, Rasul mengulangi ayat-ayat itu dan mengatakan bahwa ayat-ayat ini bukanlah puisi karya pujangga, melainkan perkataan Allah yang disampaikan lewat Malaikat Jibril." Umar terpana, dalam hatinya tersebit pemikiran mungkin saja apa yang disampaikan Muhammad SAW itu adalah benar.
Umar mengabaikan perasaan itu dan memilih untuk berkonsultasi dengan para pemimpin Quraish. Diadakan rapat mendadak yang dihadiri oleh tokoh-tokoh penting di suku Quraish. Keputusannya adalah penyebaran agama Islam harus dihentikan dan Muhammad harus dibunuh. Dicarilah sukarelawan yang bersedia dan mampu untuk itu. Umarpun mengajukan diri.
Saat itu, di suatu hari yang panas pada tahun 616 Masehi, Umar menyandang pedangnya dan bersiap membunuh Rasulullah. Dalam perjalanannya menuju rumah Rasul, Umar bertemu dengan Nu'aim bin Abdullah, salah seorang teman akrab Umar. Nu'aim juga sudah menerima Islam saat itu, tapi Umar belum tahu.
Nu'aim melihat wajah Umar yang tegang, diapun bertanya. Umar menjawab bahwa dia sedang menuju ke rumah Muhammad untuk membunuhnya. Nu'aimpun menjawab, "Hati-hati. Kalau kamu sakiti Muhammad, maka kamu berurusan dengan keluarga Hashim. Kamu tanggung sendiri akibatnya!" Umar marah, "Rupa-rupanya kamu juga sudah menjadi Muslim, ha!?" Nu'aim menjawab, "Umar, jangan pikirkan saya, tapi kamu pikirkan dulu adikmu dan adik iparmu yang dua-duanya sudah memeluk Islam jauh-jauh hari, dan mungkin mereka sedang membaca Quran saat ini."
Umar kaget, digantinya arah jalannya dari semula ke rumah Muhammad SAW menuju rumah Said bin 'Amir. Umar sangat sayang pada Fathima dan suaminya. Dia masih bisa menerima kenyataan budaknya dan saudaranya menerima Islam, tapi tidak pernah terpikir olehnya adik kandungnya memeluk Islam. Dia tidak mau mempercayai berita ini, tapi ada keraguan dalam hatinya bahwa berita itu bohong.
Sesampainya di rumah Said, Said da Fatima sedang membaca Quran yang ditulis di daun-daun korma. Umar yang sudah ada di luar mendengar sayup-sayup sebelum akhirnya diketoknya pintu.
"Siapa?" tanya Said,"Bukakan pintu, ini Umar!" teriak orang yang di luar.
Said dan Fathima kaget dan ketakutan. Sementara Said membukan pintu, Fathima menyembunyikan daun-daun bertuliskan ayat-ayat Quran tersebut. Umar masuk menyingkirkan Said, Fathima menyongsong dan tersenyum. Wajah Umar merah karena marah, dia bertanya dengan suara menggelegar:
"APA YANG SEDANG KALIAN BACA!""Tidak ada," balas Fathima.
"Saya dengar berita bahwa kalian sudah memeluk Islam, katakan bahwa berita ini bohong!""Apa pendapatmu, wahai Umar, sekiranya kebenaran itu ada di pihak mereka?" balas Said.
Umar langsung mencengkram leher Said dan mengangkatnya tinggi-tinggi ke atas. Fathima berkata, "Lepaskan tanganmu dari suamiku. Jika kamu ingin mengatakan sesuatu, katakan pada saya, tapi jangan sentuh suamiku!"
Umar bertanya, "Katakan, apakah benar kalian sudah menjadi muslim?"Fathima menjawab, "Ya, kami sudah menjadi muslim. Kamu bisa saja membunuh kami jika kamu suka, tapi kami tidak akan mengganti keimanan kami."
Umar tertegun, kalimat yang sama didengarnya saat dia mengancam Lubna budaknya, dan keteguhan yang sama dia dengar dari saudara perempuannya. Dilepaskannya Said.
"Kalau begitu, perlihatkan daun-daun yang kamu sembunyikan itu kepada saya sehingga saya bisa melihat isinya," pinta Umar."Tidak, badanmu kotor, mandilah terlebih dahulu," ujar Fathima.
Entah kenapa, Umarpun menuruti. Selesai mandi, diterimanya daun-daun bertuliskan ayat-ayat Quran itu dari Fathima. Dibacanya keras-keras,
Taa Haa,Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah;tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah),yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.(yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah yang bersemayan di atas Arsy.KepunyaanNyalah semua yang ada di langit dan di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.Dialah Allah, tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia, Dia mempunyai nama-nama yang baik (asmauul husna)
Dibacanya surat itu berkali-kali sampai dia jatuh tersungkur. Dia merasa ayat-ayat itu ditujukan khusus untuk dia, dengan Taa Haa merujuk kepada seorang kafir Umar. Umar tiba-tiba merasakan ketakutannya pada Allah, hatinya berbisik "Wahai Umar, sampai kapan kamu akan tetap mengingkari jalan yang kamu sendiri mengetahui kebenarnnya. Apakah belum datang waktu bagimu untuk melihat kebenaran?"
Umar bangkit dan berkata kepada Said dan Fathima, "Saya tadi datang sebagai musuh Islam. Sekarang saya akan pergi sebagai sahabat Islam. Pedang ini tadinya untuk membunuh Muhammad, sekarang saya sarungkan. Tunjukkan kepada saya, di mana Muhammad sekarang berada. Saya hendak menemuinya."
"Allahu Akbar..." tangis Said dan Fathima.
Umar bergegas melangkahkan kakinya ke rumah Arqam, seorang sahabat yang rumahnya sering dipakai Rasul untuk berkumpul dengan muslim yang lain. Umar mengetok pintu.
"Siapa?" tanya seseorang dari dalam."Umar bin Khattab," jawabnya dengan lantang.
Orang-orang yang berkumpul di dalam heboh. "Umar datang... Umar datang..., apa yang akan terjadi gerangan?" Seseorang mengintip keluar, dilihatnya Umar dengan pedang tersandang dipinggangnya. Dia pun enggan membuka pintu.
Hamzah, paman Muhammad SAW, berkata, "Bukakan pintu; jika dia datang dengan maksud baik, kita terima. Kalau dia ingin membuat huru-hara, saya percaya kita bisa mengalahkannya bersama-sama."
Pintu dibuka, Umar masuk.
"Hai Umar, apa perkara yang membawamu ke sini?" tanya Hamzah. Para muslim yang lain bersiap-siap mencabut pedang kalau-kalau Umar tiba-tiba membuat keonaran.
Mendengar keributan, Rasulullah keluar dari biliknya dan berkata, "Jangan ganggu dia, biarkan dia maju."
Umar maju menghampiri Rasulullah dan Rasulullahpun bertanya, ""Wahai Umar, sampai kapan kamu akan tetap mengingkari jalan yang kamu sendiri mengetahui kebenarnnya. Apakah belum datang waktu bagimu untuk melihat kebenaran?"
"Benarlah waktu sudah datang bagi saya untuk melihat kebenaran. Saya datang ke sini untuk mengikrarkan keimananku dalam Islam," jawab Umar.
Rasulullah mengenggam tangannya, Umar berkata dengan suara yang bergetar "Saya bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusannya...." Dan Umarpun menjadi orang keempat puluh yang masuk Islam.
Kaum muslimin yang hadir dalam majelis saat itu heboh, Allahu Akbar bergema di setiap pojok ruangan. Satu per satu datang menghampiri Umar dan menyelamatinya.
Kegembiraan tidak hanya dimiliki kaum muslim saja. Malaikat Jibril datang dan berkata pada Rasulullah, "Oh Kekasih Allah, para penghuni sorga bergembira dengan kedatangan Umar dalam Islam dan mereka mengucapkan selamat kepadamu."
Sesaat Umar masuk Islam, dia datangi beberapa petinggi Quraish yang sebelumnya memberikan titah kepadanya untuk membunuh Muhammad SAW. Petinggi pertama yang dia datangi adalah pamannya, Abu Jahal.
"Siapa?" tanya Abu Jahal."Ini Umar," maka Abu Jahal membukan pintu.
"Mari masuk, ponakanku. Ada apa gerangan?""Pamah, tahukah kamu bahwa sekarang saya muslim?
"Jangan berbicara seperti itu. Saya tahu kamu adalah orang yang tidak mungkin masuk Islam.""Tidak Paman. Saya adalah muslim sekarang."
Abu Jahal dalam kekagetan bercampur ketakutannya mengusir Umar. Dan semua pemimpin Qurasih yang didatangi Umar pun mengusir Umar dalam kaget dan takut mereka.
Itulah Umar. Di saat kaum muslimin menyembunyikan keimanan mereka, Umar terang-terangkan menyatakan keislamannnya bahkan langsung di depan para pemimpin Quraish.
Tidak hanya itu, Umar kemudian mendatangi tempat-tempat yang biasa dia datangi saat masih kafir dan berbuat lalim. Di sana dia ikrarkan keislamanannya dan meminta teman-teman permainannya untuk berhenti berbuat lalim dan mengikutinya.
Pada suatu kesempatan, Umar bertanya pada Rasulullah,
"Wahai Rasulullah, bukankah kita berada di pihak yang benar?""Benar, ya Umar. Kita berada di pihak yang benar.""Kalau begitu, kenapa kita harus bersembunyi-sembunyi? Kenapa kita tidak beribadah di depan orang banyak dan mendeklarasikan Islam terang-terangan kepada mereka?"
Tidak berapa lama, turunlah ayat ke-97 dari Surat Al Hijr:
Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.
Maka keluarlah para muslimin dari rumah Arqam dalam dua barisan, satu dipimpin Umar dan yang lain dipimpin Hamzah, bergerak menuju Ka'bah. Di depan Ka'bah, Rasulullah memimpin muslimin beribadah disaksikan orang-orang kafir Quraish. "Celakah kita dengan masuknya Umar dalam Islam. Sekarang giliran kita yang akan dihajar oleh Umar..." pikir sebagian mereka.
Setelah ibadah pertama kali di Ka'bah itulah Rasul memberikan julukan al-Faruq kepada Umar bin Khattab.
Masuknya Umar ke dalam Islam benar-benar memberikan perbedaan yang sangat berarti dalam perjuangan Islam. Tidak salah memang, Rasul menyandangkan nama al-Faruq kepadanya, karena dia benar-benar sang Pembeda keadaan.
Posted in
Cerita Nabi, Rasul, dan Sahabat 2793 reads »

Abu Rafdi Says:Sun, 2006-02-12 19:59
Sebilah pedang menggores sepotong tulang binatang dan terciptalah garis lurus di atasnya. "Berikan tulang ini kepada Amru ibn Ash dan sampaikanlah kepadanya bahwa setelah kematian ia akan menjadi tulang, maka selaku pemimpin berlakulah adil dan lurus seperti lurusnya goresan garis di atas tulang ini. Jika ia tidak berlaku adil, pedang Umar-lah yang akan meluruskannya"
Itulah perkataan Umar ibn Khattab dengan seorang Yahudi yang mengadu kepada Umar Sang Khalifah karena rumahnya akan digusur oleh Amru ibn Ash, Gubernur Mesir, untuk pembangunan sebuah masjid. Atas keadilan Islam tersebut, Sang Yahudi kemudian mengucapkan dua kalimat syahadat.
Kisah di atas saya dengar kurang lebih 18 tahun lalu dalam ceramah Da'i Sejuta Umat Zainuddin MZ.
Itulah Umar ibn Khattab, yang salah satu keturunannya pun menjadi pemimpin yang adil, yaitu Umar ibn Abdul Aziz
reply »
Abu Lala wal Malik Says:Wed, 2006-02-15 14:16
Sebuah kisah yang sangat penting, untuk memahami perbedaan antara jiwa yang berserah diri dan jiwa yang masih ingkar. Dan ini akan membawa kita kepada pemahaman akan esensi dari keimanan itu. Khususon lagi, untuk memahami jiwa kita sendiri.
Kisah Umar memeluk Islam di atas memperlihatkan bahwa penanaman benih iman itu adalah hak prerogatif Allah. Ketika diajak, Umar menolak. Namun ketika adiknya pasrah, Umar menerima. Pada saat itu, benih iman telah ditanamkan ke dalam diri Umar oleh Allah. Umar pun tersungkur, tanpa harus tahu atau menerima terlebih dahulu keenam rukun iman. Kun fayakun, iman pun tertanam di dada Umar.
Apa yang terjadi selanjutnya, menjadi pelajaran penting bagi kita untuk mengenali bagaimana 'iman' itu bekerja. Sifat-sifatnya, atributes, properties,... Ibarat kita tidak bisa melihat atom, tetapi kita bisa mempelajari atom dari jejak yang ditinggalkannya.
Dia membuat fisik, hati dan pikiran tunduk patuh, berangkat dan berakhir kepada Yang Esa, seperti sebuah lingkaran yang sempurna. Bukan berarti perjuangan Umar untuk menumbuhkan iman itu tanpa ujian. Dia pun manusia, sama seperti kita, bahkan dengan sifat yang tegas dan keras. Dan sifat kerasnya ini pula yang hampir-hampir membuat dia tidak percaya, ketika Rasul meninggal, sehingga dia siap membunuh siapapun yang mengatakannya. Namun ketika Abu Bakar menyentuh langsung iman dalam hatinya, Umar pun lulus dalam ujian yang teramat pahit itu.
Benih iman menjadi potensi dalam diri. Dia akan semakin subur, melalui berbagai pupuk penderitaan dan ujian. Bersyukurlah anda, yang jiwanya sedang didera derita. Sebentar lagi akan tumbuh sebuah cabang rindang pohon iman.

2 komentar:

Inda NurAfifah_Indrawati mengatakan...

maaf...izin copas ya.
terima kasih jg karena postingannya sangat membantu dalam mengenal sosok umar bin Khattab.

Inda NurAfifah_Indrawati mengatakan...

maaf...izin copas ya.
terima kasih jg karena postingannya sangat membantu dalam mengenal sosok umar bin Khattab.